Cinta Tak Bertuan

Katakanlah

Guru dan Murid

Dalam kelas baru murid sekolah dasar kelas 1. Seperti biasa terjadi kenal mengenal antara guru dan murid.
Guru : “Siapa nama kamu?”
Murid : “Amelia”
Guru : “Kalau ibu kamu siapa?”
Murid : “Mama”
Guru : “Maksud ibu guru, nama Ibu kamu”
Murid : “Iya , Mama”
Guru : “Okelah, sekarang bagaimana Ayah kamu panggil Ibu kamu?”
Murid : “Eh, monyong”

www.Solar-Aid.org

Kisah Cinta Katak dan Ular

Nestapa Braha, mendesis tajam dan berkali-kali menjulurkan lidahnya. Tiada yang dapatmengerti maksudnya hingga dengan sekejap ular-ular dengan berbagai corak yang ukurannya lebih kecil dan lebih pendek darinya berkumpul melingkari tubuhnya yang kokoh dan ganas. Masing-masing telah menggulung tubuhnya lalu sedikit menegakkan kepala mereka ke atas. Mata Nestapa berkeliling menjarahi satu demi satu anak cucunya lalu kembali mendesis,
"Mana Anndora?" Ular-ular lain saling menolehkan kepalanya dan bertanya satu sama lain tentang ketiadaan Anndora, cucu keturunan ke-7 Nestapa Braa yang memiliki sisik emas dan paras yang sedemikian cantiknya., ular tercantik sepanjang abad ini.
"Jangan-jangan dia tersasar lagi? Kita kan baru sebulan menempati hutan yang enak ini," kata Cobula, ular cobra istri pertama Nestapa.
Demi keselamatan Anndora, kawanan ular yang dipimpin oleh Nestapa itu mengungsikan keturunannya ke Hutan Hijau yang di dalamnya hanya dihuni kawanan katak dan belalang, yang merupakan santapan lezat bagi mereka. Sebelumnya mereka tinggal di Hutan Merah dengan raja elang sebagai penguasanya. Raja elang yang begitu tergila-gila pada keelokan tubuh Anndora.
"Maaf ... maafkan saya kakek raja, ...saya ...saya...." Anndora datang tiba-tiba, berujar dengan napas tersengal-sengal disertai kibasan ekornya yang kemilau.
"Kami semua mencemaskanmu, sayang." Nestapa berjalan mendekati Anndora dan "menggandeng" cucu kesayangannya itu dengan ekornya yang tangguh menuju tempat rapat.
"Karena Anndora sudah kembali, kita mulai saja rapat ini. Saya ingin memberitahukan pada kalian bahwa musuh terbesar kita di sini adalah kawanan katak yang sejak awal telah menempati hutan ini. Mereka adalah sumber makanan kita, di sini tak ada elang, tak ada macan, yang ada hanyalah katak-katak yang dapat dengan mudah kita lahap. Ha ... ha ... ha ...." Semua memperhatikan perkataan raja mereka. Raja yang bijaksana meskipun memiliki tiga ular istri yaitu Cobula, Barpila dan Herpax. Ular-ular itu menari bahagia mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Nestapa. Mereka saling mengibaskan ekor dan menjulurkan lidahnya panjang-panjang.
"Tapi kalian tak boleh senang dulu." Lanjut Nestapa, ular-ular lain seketika diam dan menyimaknya bicara.
"Kita tak boleh anggap remeh katak-katak itu, karena walau bagaimanapun katak-katak itu sudah lama mendiami hutan ini dan pastinya mereka lebih mengetahui seluk-beluk hutan ini daripada kita. Jadi, tidak menutup kemungkinan kita kalah dalam perang dua hari lagi."
"Apa?? Perang? Kok bisa? Tandas Anndora kaget. Raut emasnya berkilat, bukan oleh temaram sinar matahari melainkan sesuatu yang tampak cair yang dikeluarkan mata indahnya.
"Iya sayang, dua hari lagi kita akan berperang dengan kawanan katak itu. Frostang, si kepala katak yang memulai duluan. Untuk itu saya minta kepada satu ular memangsa satu katak!"
"Siap Raja." Tukas ular-ular bahagia. Hanya Anndora yang sejak tadi terlihat rancu.
"... Egypt, kau memangsa Reqi, katak yang kakinya cacat." Egypt tersentak lalu menjulurkan lidahnya, tersenyum.
"Golombo, Pewe si anak katak bagianmu."
"Mangsa enak!" golombo mendesis pelan.
"Jarva memakan Frostang si kepala katak, aku yakin kau mampu Jarva melihat sisikmu yang tajam."
"Pasti raja!" jawab Frostang mantap.
"... dan terakhir kau Anndora, carilah Denny, katak hijau yang lihai sekali melompat dan sungguh menjengkelkan."
"Apaaaaaaaa???" Teriak Anndora, melepas gulungan tubuhnya lalu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.
"Kau keberatan sayang?" tukas Nestapa bingung.
"E ...e...say ... ti...dak ...tidak...tap...."
"Oh, baiklah kalian boleh ke tempat masing-masing untuk mempersiapkan tugas besar. Ingat-ingat dua hari lagi kita PERANG! Kita jadikan hutan ini milik kita!" Nestapa tak begitu memperhatikan wajah Anndora yang pasi seketika.
"SIAP !!!"

Pagi cerah, gumpalan awan putih melesat tinggi ke langit biru yang terbentang luas menyelubungi hijaunya kehidupan. Pohon-pohon menjulang tinggi seakan hendak menyentuh langit-langit awan. Daun-daun bergandengan tangan membuat Sang Surya menyusup diam-diam di antara celah yang terbuka untuk sedikit menerangi sang ular yang sedang menelungkup, menggulung tubuhnya dan melunglaikan kepalanya mengimbangi pikirannya yang berjalan mundur.
Anndora mengangkat tubuhnya, berjalan di tepi sungai dekat hutan untuk menikmati panorama. Dia mencuci ekornya, menyelupkan ekor emasnya ke tepi sungai perlahan-lahan. Tiba-tiba ia merasa sesuatu merayapi sisik emasnya.
"Hey, ! Siapa itu?" Desisnya keras dilanjutkan dengan adegan menggulung tubuhnya. Sosok katak hijau jantan yang sangat tampan kini ada di depannya. Setelah cukup lama mereka saling tatap, mengagumi keindahan masing-masing, katak hijau itu mengeluarkan suara pelan.
"Namaku Denny wahai ular cantik."
Anndora tersipu malu lalu berkata, "Aku Anndora, senang berkenalan denganmu," menggoserkan ekornya ke arah Denny dan Denny menginjak ekornya, melompati ekor emas itu lalu menurunkan tubuhnya lagi.
"Anndora, nama yang indah, kau terlihat baik wahai ular, tidak seperti ular-ular lain yang selalu mengejarku jika mereka melihatku. Padahal kami kaum katak sangat ingin hidup damai bersama kalian."
"Entahlah Denny, aku tidak mengerti, mengapa kaumku begitu rakus ingin membinasakan kalian dan menguasai hutan ini padahal kita di sini cuma numpang. Aku yakin kalian baik, Denny kau menjadi kawanku?".
"Oh, Anndora makhluk mana yang tak mau berkawan denganmu. Dengan senang hati." Denny menurunkan kepalanya lalu melompat riang ke atas kepala ular cantik itu.
Perlahan tapi pasti pertemuan katak dan ular itu sudah tak layak lagi disebut kawan. Benih-benih cinta mulai tumbuh di hati masing-masing. Sejak saat itu Anndora sering berjalan-jalan ke tepi sungai untuk bercengkerama dengan katak manis yang dicintainya. Kisah cinta mereka yang terlarang, ketika masing-masing kaum mereka saling berseteru untuk menghancurkan satu sama lain, salah satu dari kawanan ular yang ditakdirkan untuk memakan katak justru mencintai santapannya. Cinta, tiada terduga, tak pandang warna, tak kenal jiwa.

"Hai Anndora, ada apa gerangan kau melamun sayang?" Denny yang tiba-tiba datang seperti biasa melompat ke atas kepala Anndora.
Anndora tersentak dari lamunannya,
"Oh kamu Denny...."
"Aku dengar kaummu dan kaumku esok akan berperang."
"Apa ???"
"Ya, dan itu sangat tidak memungkinkan bagiku karena aku sangat mencintaimu Denny," isak tangis terdengar mengalahkan desian air sungai yang memecah bebatuan.
"Aku harus menelan hidup-hidup jazad kekasihku? Aku tak mampu Denny. Aku mencintaimu."
"Anndora, begitu juga aku, aku sangat mencintaimu. Mengapa ular tidak ditakdirkan untuk berkawan dengan katak dan mengapa katak harus ditakdirkan untuk dimangsa ular?"
Anndora mendekatkan kepalanya pada tubuh Denny dan menciumnya lembut. Tanpa mereka sadari Egypt, ular yang sangat iri pada Anndora karena dia sangat disayangi oleh kakek raja Nestapa telah mencuri dengar segala yang telah mereka bicarakan.

"Apa kau bilang? Cucu kesayanganku menjalin cinta dengan katak dekil itu? Jangan main-main Egypt!" Lantang Nestapa saking marahnya mendengar cerita Egypt.
"Ampun Kakek Raja, tapi saya benar-benar melihat dan mendengar dengan mata, kepala dan telinga saya."
"Perang tetap ada dan Anndora tetap memangsa Denny!"
Egypt tersenyum puas.

Malam penuh bintang. Terlihat para ular sedang menyusun siasat, diam-diam Anndora menyusup keluar persinggahannya menuju kawasan katak dan memberitahu segala rencana dari kaum ular.
"Kalian harus pergi dari sini, mereka sangat kuat, kalian pasti mati." Anndora mendesis.
"Terima kasih Anndora tapi bagaimana kita pergi?" Frostang.
"Frostang, aku tahu jalannya ayo ikut aku, kalian akan kabur melalui lubang air di tepi sungai."
"Baiklah, semua cepat berkemas!" seru Frostang.
Sekejap kawanan katak telah bersiap dengan "ransel" masing-masing. Berjalan berurutan menuju tepi sungai.
Satu demi satu katak-katak itu memasuki lubang saluran pipa yang mengantar mereka menuju sawah manusia yang asri. Mereka akan hidup tenang di sana.
Frostang telah memasuki lubang itu dilanjutkan Reqi yang digendong oleh Pewe karena kakinya cacat. Sekarang tinggal Denny seorang yang masih di luar lubang.
"Anndora, aku tak bisa berpisah denganmu." Ujar Denny.
"Ini demi keselamatanmu Denny, pergilah!"
"Tapi ..."

"ANNDORA!!!" geram Nestapa yang datang tiba-tiba diikuti Egypt, Cobala, Barpala, dan Golombo. "Egypt tangkap kodok tengil itu!" Perintahnya "...dan Golombo masuk ke lubang itu dan susul mereka!".
Anndora berjengkit lalu memasukkan batu besar ke lubang itu dengan menyepakkan ekornya sampai ekornya berdarah. Golombo tidak dapat memasuki lubang itu lantaran terhalang oleh batu besar yang dilempar Anndora. Sementara Egypt telah berhasil menangkap Denny membelitnya dengan tubuhnya yang kuat. Denny tercengkeram.
"Lepaskan Denny Kakek!"
"Kau telah membuat santapan kami lenyap! Berdebah kau! Golombo seret dia!"
Golombo mengaitkan ekor merahnya pada kepala Anndora dan menyeretnya sampai persinggahan.

Bintang-bintang telah meninggalkan gugusnya, digantikan oleh rona merah mentari yang muncul dari ufuk timur, tersenyum bangga akan ketinggian dirinya berkisar di lembayung langit. Langit yang begitu damai tak tergambarkan dalam percekcokan di bawahnya.
"Lihatlah, sang penentang takdir Anndora, ular tercantik sepanjang abad ini telah mencintai seekor kodok hina. Cuih!" kata Egypt.
"Cukup Egypt! Anndora, walau bagaimanapun juga kau harus menjalankan tugasmu," geram Nestapa.
"Makan Denny!"
"Tidaak ...!" tandas Anddora.
"Lakukan atau dia mati ditanganku!
"Tidak kakek, saya mohon lepaskan dia, ...." tangisnya merebak
"Golombo, bawa Denny kemari!"
"Jangan!!!"
"Kalau begitu, makan dia sekarang juga!"
Kini Denny sudah ada dihadapan Anndora siap untuk disantap, tak sedetikpun Anndora memandang tubuh Denny yang lesu. Sampai akhirnya Denny melompat ke atas kepalanya dan membisikan sesuatu.
"Baiklah kalau kau tetap tak mau, biar aku yang memakannya!" tukas Nestapa.
"Tidak kakek, biarkan aku...yang...akan memakannya."
Anndora memejamkan mata, membuka mulutnya lebar-lebar kemudian Denny melompat masuk ke dalamnya. Gelembung-gelembung air mata mulai membanjiri tubuh Anndora, perlahan ia menutup mulutnya dan menelan apa yang ada didalamnya. Pahit atau manis hampir tak terasa, yang terasa hanyalah resapan air mata.

"Sampai kapanpun aku akan mencintaimu, Aku akan hidup meskipun hanya di dalam organmu. Karena di sanalah dapat ku resap cintamu dan kunikmati alunan kasih terdalammu."
Biodata Penulis:
Nama Lengkap : SUCI INDRIYANI
Nama Pena : SUCI INDYRA
Alamat : Asrama Mahasiswa UI Depok 16424
Telepon : 0856 4282 1533
No. Rekening : 915 33 747 99
(bank muammalat cabang Tegal)

 
powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme